Minggu, 12 Agustus 2012

Sholat Tasbih : Antara Sunnah Dan Bid’ah


ABI AZKA FATHULLAH
Tanbihun.com – Memasuki asyrul awakhir min romadhon (sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan), masjid-masjid mulai dari pelosok desa sampai sudut-sudut kota menggelar sholat tasbih. Hal ini dilakukan dalam rangka menyambut datangnya malam Al Qadr yaitu malam yang lebih mulia dari 1000 bulan. Sholat tasbih, sesuai dengan namanya adalah sholat yang banyak dibaca tasbih di dalamnya, pelaksanaannya sama dengan sholat sunnah lainnya hanya saja terdapat sisipin bacaan tasbih pada tiap rukun fi’linya.
Banyak ustadz atau orang yang memproklamirkan diri sebagai ustadz menganggap bahwa melaksanakan sholat Tasbih adalah perbuatan bid’ah yang dapat menghantarkan para pelakunya ke dalam neraka, berdasarkan hadits “ Kullu bid’atin dholalah, wa kullu dholalatin fin naar”. Mereka berhujjah bahwa hadits-hadits yang menerangkan tentang solat tasbih kualitasnya adalah palsu sehingga tidak bisa digunakan sebagai hujjah.
Ibnul Jauziy menghukumi Palsu
Dalam menolak sholat tasbih ini, Mereka taklid dengan perkataan Ibnul Jauziy yang mencantumkan hadits sholat Tasbih ini dalam kitab Al Maudhu’atnya (kumpulan hadits-hadits palsu). Ibnul Jauziy menyebutkan tiga jalur periwayatan hadits tersebut yang kesemuanya berasal dari Imam Daruquthni. Jalur pertama terdapat rawi yang bernama Shadaqah Bin Yazid Al-Khurasani yang dihukumi mungkar oleh Imam Bukhori. Pada jalur kedua terdapat rawi yang bernama Musa bin Abdul Aziz yang dikatakan majhul oleh Ibnul Jauzi sendiri. Sementara pada jalur ketiga terdapat Musa bin Ubaidah yang menurut Imam Ahmad dianggap tidak halal haditsnya untuk diriwayatkan. Berdasarkan hal inilah maka Ibnul Jauzi menghukumi bahwa hadits yang berkaitan dengan sholat Tasbih adalah palsu. Pendapat Ibnul Jauziy ini diaminkan oleh As Saukaniy dalam Tuhfatudz dzakiriin.
Tanggapan terhadap Kitab Al-Maudhuat.
Vonis palsu yang diberikan Ibnul Jauziy ini dengan hanya mendasarkan penelitiannya pada riwayat Imam Daruquthni semata menunjukkan bahwa beliau telah berlaku Tasahhul (menggampangkan) dalam memalsukan sebuah hadits, padahal hadits tentang sholat tasbih ini diriwayatkan oleh para Imam Ahli Hadits diantaranya adalah Imam Baihaqi, Imam Abu dawud, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Imam Hakim. Menilai palsu sebuah matan hadits hanya bertumpu pada satu atau dua orang Imam tanpa mengindahkan riwayat dari Imam yang lain adalah tidak fair dan menyederai amanat ilmiah.
Oleh sebab itu penulis hendak memaparkan hadits tersebut sebagaimana di tulis oleh Abu Dawud dalam sunannya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بِشْرِ بْنِ الْحَكَمِ النَّيْسَابُورِيُّ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلَا أُعْطِيكَ أَلَا أَمْنَحُكَ أَلَا أَحْبُوكَ أَلَا أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلَانِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُرِكَ مَرَّةً

“Dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib, ‘Wahai ‘Abbas, wahai pamanku, maukah saya berikan padamu? maukah saya anugerahkan padamu? maukah saya berikan padamu? saya akan tunjukkan suatu perbuatan yang mengandung 10 keutamaan, yang jika kamu melakukannya maka diampuni dosamu, yaitu dari awalnya hingga akhirnya, yang lama maupun yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang nampak. Semuanya 10 macam. Kamu shalat 4 rakaat. Setiap rakaat kamu membaca Al-Fatihah dan satu surah. Jika telah selesai, maka bacalah Subhanallâhi wal hamdulillâhi wa lâ ilâha illallâh wallahu akbar sebelum ruku’ sebanyak 15 kali, kemudian kamu ruku’ lalu bacalah kalimat itu di dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku’ baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud lagi dan baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud sebelum berdiri baca lagi sebanyak 10 kali, maka semuanya sebanyak 75 kali setiap rakaat. Lakukan yang demikian itu dalam empat rakaat. Lakukanlah setiap hari, kalau tidak mampu lakukan setiap pekan, kalau tidak mampu setiap bulan, kalau tidak mampu setiap tahun dan jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu.’.”
Musa bin Abdul Aziz memang dihukumi Majhul oleh Ibnul Jauziy, hanya saja ternyata Ibnu Main dan Nasa’I menghukumi dia ma’ruf bahkan beliau berdua berkomentar Laa ba’sa bih (la’alil mashnu’ah, Imam assuyuthi,2/38), oleh sebab itu hadits di atas kualitasnya adalah shahih.
Hadits tentang sholat tasbih ini telah diterima dan dishahihkan atau minimal dihasankan  oleh para ulama hadits dari dulu hingga sekarang. Diantaranya adalah Imam Bukhori dalam Qiro’atul ma’mum kholfal imam, Abu Dawud, Imam Nawawi dalam Tahdzibul Asma wallughot (Tanzihusy syari’at, Ibnul Araq, 2/107-108).
Sementara itu ulama kontemporer yang menghukumi shahih adalah Abdurrahman Al-Mubarokfuri dalam Tuhfatul ahwadzinya serta Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sholat Tasbih adalah sunnah, bukan bid’ah sebagaimana yang disangkakan sebagian orang yang tidak mengerti tentang dalil.

0 komentar:

Posting Komentar